Jumat, 13 November 2009

"Rumah Tuhan menjadi Sarang Penyamun" - Bab. 1


Pengantar singkat: Tahun lalu (2008) saya telah menulis dan menerbitkan sendiri (self-publishing) sebuah buku, yang saya beri judul: "Rumah Tuhan menjadi Sarang Penyamun". Dan, sub judul: "Menuju Reformasi Gereja yang Sebenarnya". Terbitan pertama itu terbatas, baik dalam jumlah (hanya 1000 eks.) maupun dalam peredarannya (hanya di kota Medan dan sekitarnya saja). Supaya penyebarannya bisa lebih meluas, sekarang ini saya sedang mencari penerbit yang cocok untuk menerbitkan edisi yang keduanya, yang sudah saya siapkan. (Ternyata, tidak mudah menemukan penerbit Kristiani yang ber-visi luas sekarang ini!). Dan, untuk perkenalan secara on-line-nya, saya akan mem-publish-bab-bab awalnya di blog ini, yang akan saya cicil secara bab demi bab. Selamat membaca dan menerima kegairahan untuk mereformasi gereja-gereja yang ada sekarang ini. GBU.




Bab 1

Perlunya Gereja Sekarang Ini
Direformasi


Buku ini berbicara mengenai gereja. Sebagai seorang Kristen (lebih lagi, sebagai seorang pendeta!) betapa saya ingin untuk bisa mengatakan, dengan bangga, bahwa selama ini saya sangat menyukai gereja. Tetapi, sangat disayangkan (dan sungguh merupakan kenyataan yang sangat menyedihkan!), saya tidak bisa mengatakannya begitu. Mengapa? Sebab, saya memang tidak merasa begitu (dan saya tidak mau menjadi seorang yang hipokrit!). Jadi, ya, begitulah... saya tidak menyukai gereja!
           
Apakah Anda Menyukai Gereja?

Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda menyukai gereja? Mungkin Anda tidak mau langsung menjawab pertanyaan itu dan, dengan bijak (atau, terlalu berhati-hati?), balik bertanya begini: Gereja dalam arti apa atau yang mana yang dimaksudkan dalam pertanyaan itu tadi?
       Baiklah, yang saya maksudkan dengan gereja di atas itu adalah gereja yang riil, yaitu gereja sebagaimana yang pada umumnya kita katakan tentangnya: “Gereja kami”, “gereja Anda”, “gereja yang digembalakan oleh pendeta Andreas”, dsb. Atau, dengan kata lain, di mana atau dalam kelompok atau komunitas Kristen yang mana saat ini Anda tergabung atau menjadi anggotanya – itulah (salah satu contohnya) gereja yang saya maksudkan di sini. Sudah jelas, kan?
       Nah, sekarang kembali lagi, pertanyaannya masih mengejar Anda: Apakah Anda menyukai gereja?
       Saya memang mendesak agar orang-orang mau mengungkapkan jawabannya sendiri dengan jujur terhadap pertanyaan itu. Mengapa saya sepertinya sangat “ngotot” menginginkan supaya orang-orang mengungkapkan jawaban (melalui kata-kata) terhadap pertanyaan itu? Sebab, saya percaya bahwa kebanyakan orang Kristen (terlebih lagi, mereka yang terbiasa berpikiran kritis), jika saja mereka didesak atau diharuskan untuk memberikan jawaban yang jujur terhadap pertanyaan itu, niscaya mereka (sedikitnya, pada akhirnya) akan menjawab seperti jawaban saya yang di atas itu juga.
 Gereja Sekarang Sudah Tidak
Seperti yang Dulu Lagi

Mengapakah hal itu bisa menjadi demikian (yaitu, seperti yang telah dikemukakan di atas tadi)?
Penyebabnya adalah karena pada umumnya gereja(-gereja) sekarang ini sudah tidak lagi mencerminkan Gereja yang sesungguhnya. Kondisi gereja-gereja sekarang ini jauh berbeda (menurun) dari gereja yang mula-mula, ketika gereja pada masa itu masih murni dan sehat. Sehingga, bukan saja para anggota-anggotanya sangat menyukai gereja mereka pada masa itu, bahkan dikatakan tentang mereka sebagai gereja bahwa “mereka disukai oleh semua orang” (Kis 2:47).
Ya, dengan sangat bangga Alkitab mencatat bahwa gereja yang mula-mula itu "disukai oleh semua orang". Apakah yang menjadi penyebab bagi hal itu? Hal itu bisa terjadi, tentunya, tidak terlepas dari hal yang telah disebutkan di atas tadi tentang mereka, yaitu karena mereka sendiri (para anggota-anggota gereja itu) menyukai gereja mereka. Sebab, tidak mungkin orang lain akan menyukai mereka (sebagai gereja), kalau (sebelumnya) mereka itu tidak menyukai diri mereka sendiri (sebagai gereja). Tentunya begitu, bukan?     

Antusiasme yang Bengkok

Bukannya saya mau menutup mata terhadap trend atau fenomena yang sedang terjadi di dalam dunia kekristenan pada akhir-akhir ini, yaitu terjadinya  peningkatan minat (antusiasme) yang sangat besar pada banyak orang untuk mengikuti kegiatan-kegiatan gerejani. Tetapi, apa yang kelihatan (dari luar) sebagai peningkatan minat terhadap gereja atau kegiatan-kegiatan gerejani itu, jika ditelusuri (ke dalamnya) maka akan nyatalah bahwa hal itu sesungguhnya bukanlah demikian.  Saya mengatakan hal itu sebagai seorang yang sudah cukup lama terjun langsung ke dalam kegiatan-kegiatan pelayanan gerejani, seperti yang nanti akan saya ceritakan di dalam buku ini. Apa yang sebenarnya terjadi, bisa kita peroleh gambarannya dari dua hal yang saling berhubungan, yang akan disebutkan berikut ini.
           
       Pertama, jenis pesan yang disampaikan di sana. Pesan-pesan yang disampaikan oleh para juru bicara (para pendeta, penginjil, dll.) di lingkungan gereja-gereja itu, pada umumnya, bukanlah pesan-pesan yang penting (pokok/utama) dalam kekristenan. Pesan-pesan yang mereka sampaikan itu pada dasarnya adalah pesan-pesan umum (jadi, tidak khas Kristen), yaitu pesan-pesan untuk memotivasi orang-orang agar tetap berpengharapan dan bersemangat dalam segala situasi dan kondisi yang  mereka hadapi/alami di dalam hidupnya masing-masing.
       Tentunya bukanlah sesuatu yang salah atau sama sekali tidak berguna untuk menyampaikan pesan-pesan umum kepada jemaat. Orang-orang Kristen masih juga memiliki atau wajib juga menjalani kehidupan umum, seperti yang dijalani oleh semua manusia yang lainnya. [1]Hanya saja, yang patut disayangkan di sini adalah pencampuradukan yang mereka lakukan antara pesan-pesan Kristen (yang khusus) dengan pesan-pesan umum (yang berlaku untuk semua manusia, baik Kristen maupun yang non-Kristen). Sehingga, apa yang kemudian terjadi adalah pesan-pesan Kristen itu (atau pokok-pokok kekristenan seperti: iman, kasih karunia, keselamatan, penebusan, dll.) hanyalah digunakan sebagai alat (baca: kamuflase) untuk menyampaikan hal-hal yang sebenarnya merupakan isi dari pesan-pesan umum di atas itu tadi. Hal-hal itu misalnya: optimisme, berpikir positif, sikap percaya (bahwa segala sesuatu itu mungkin, tidak ada yang mustahil), keuletan,  imajinasi kreatif, self-hypnotic atau self-suggestion, dsb.
       (Perlu saya tambahkan di sini bahwa kebanyakan dari mereka itu sebenarnya tidaklah menyadari atau tidak dengan sengaja memaksudkan atau melakukan hal yang seperti itu. Banyak dari mereka itu melakukannya hanyalah karena pemahaman yang masih sangat kurang/minim mengenai pesan Kristen yang sesungguhnya dan perbedaannya dengan pesan-pesan yang lainnya. Sehingga, akhirnya mereka hanya “mem-beo-kan” saja pesan-pesan yang disampaikan oleh “tokoh-tokoh” tertentu, yang oleh banyak orang sekarang ini diagung-agungkan sebagai: Pendeta/gembala dengan jumlah jemaat yang [ter] besar, Penginjil yang disertai dengan tanda-tanda dan mujizat, Pengajar Alkitab yang penuh kuasa, dsb).
           
       Kedua, kondisi dari orang-orang yang datang ke sana. Pada umumnya, orang-orang yang datang ke sana adalah orang-orang yang mengalami gangguan atau guncangan atau ketidak-harmonisan di dalam tubuh, emosi, kepribadian, hubungan-hubungan dan/atau aspek-aspek kehidupan yang lainnya. Kita tahu, bahwa orang yang sedang sakit, hanyalah akan memikirkan dan mementingkan (rasa atau keadaan) sakitnya itu saja, yaitu: bagaimana supaya sakitnya itu bisa segera diatasi (sembuh) atau,  setidaknya, bisa berkurang. Hal-hal yang lainnya (seberapa penting, mulia dan menariknya pun itu menurut kita) bagi mereka semuanya itu sama sekali tidak berharga – karena itu, mereka sama sekali tidak akan tertarik dengannya.
       Selain dari itu, mereka juga sudah sangat “direpotkan” atau telah dibuat menjadi “terlalu sibuk” oleh penyakit atau kesakitan yang dideritanya itu. Karena itu, mereka sudah tidak “sempat” untuk memikirkan hal-hal yang lainnya lagi.  “Kesampingkanlah dulu semua yang lainnya itu! Tolonglah, adakah sesuatu yang dapat Anda lakukan untuk bisa mengatasi sakit yang saya derita ini? Atau, setidaknya, yang bisa mengurangi sedikit saja dari penderitaan ini?” Begitulah yang akan mereka katakan atau yang menjadi sikap batin mereka pada saat sekarang ini.
       Karena itu, kalau orang-orang yang seperti itu datang ke gereja, mereka sesungguhnya tidak datang ke sana karena tertarik kepada gereja atau mau mendengarkan berita atau pesan Kristen yang sebenarnya. Apa yang mereka inginkan (dan tertarik padanya) hanyalah satu hal ini saja: mendapatkan kesembuhan atau, setidaknya, pengurangan dari (rasa) sakit yang sedang mereka derita itu.[2]
       Kalau kita menggabungkan kedua hal yang sudah disebutkan di atas itu, maka dari sana kita bisa menarik kesimpulan yang seperti ini: Kedatangan mereka ke sana bukanlah karena mereka tertarik kepada gereja atau berita/pesan Kristen, melainkan karena pesan-pesan yang bersifat membangun dan membangkitkan motivasi itu -- yang disampaikan di dalam gereja-gereja itu -- adalah sangat cocok dengan situasi dan kondisi mereka pada saat ini.
       Apa lagi, khususnya jika gereja tersebut adalah gereja (beraliran) Pentakosta-Kharismatik, biasanya pesan-pesan itu disertai dengan iming-iming akan menerima “berkat Tuhan” atau “mujizat dari Tuhan”. Dan, sangat sering di-klaim bahwa “mujizat-mujizat sungguh terjadi” di sana. Sekalipun, sebenarnya, jika sungguh-sungguh diperiksa, yang terjadi hanyalah sejenis sugesti massa atau penerapan – secara disadari atau tidak teknik-teknik psikologis yang lainnya. Yang memang, jika dilakukan dengan tepat, akan dapat menghasilkan hal-hal yang menakjubkan atau kejadian yang luar biasa, yang sering disangka atau di-klaim, secara keliru, sebagai mujizat atau telah terjadinya campur tangan kuasa Allah yang supranatural.
       (Saya menyadari bahwa ini adalah sebuah pernyataan yang “keras” bagi sebagian orang, khususnya bagi mereka yang berasal atau yang merupakan simpatisan dari gereja-gereja Pentakosta-Kharismatik. Perlu Anda ketahui bahwa saya sendiri sebenarnya berasal dari kalangan Kharismatik. Saya sudah melayani dilingkungan Kharismatik selama tidak kurang dari 20 tahun. Dan, saya adalah pendeta [Pdt] di gereja Kharismatik yang terbesar di Indonesia sekarang ini, yaitu GBI [Gereja Bethel Indonesia]. Tetapi, rupanya saya terbeban untuk Gereja secara keseluruhan. Karena itulah, saya menulis buku ini. Dan, selanjutnya akan di susul lagi dengan sebuah buku yang berikutnya, yang secara khusus akan membicarakan mengenai topik sekitar mujizat, sebagaimana yang juga nanti akan saya singgung di dalam buku ini).
       Jadi, antara pesan yang disampaikan di sana dan (kondisi) orang-orang yang datang ke sana, memang nyambung. Karena itu, tidak heran kalau kita menyaksikan sekarang ini di gereja-gereja tertentu, khususnya yang mengikuti (dan pintar memanfaatkan) trend ini, jumlah dan tingkat partisipasi “jemaat” di dalam setiap acara yang mereka lakukan, pada umumnya, sangat tinggi. Tetapi, seperti yang sudah kita lihat di atas, hal ini tidaklah dapat dikatakan sebagai timbulnya minat yang besar terhadap gereja pada masa sekarang ini. Sebab, minat yang timbul di dalam diri orang banyak itu sekarang ini bukanlah minat yang murni untuk atau terhadap gereja itu sendiri. Minat mereka, sebenarnya, dibangkitkan oleh dan ditujukan kepada pesan-pesan motivasi dan iming-iming yang diberikan di dalam gereja-gereja tertentu, yang mereka datangi itu. Dengan kata lain, minat orang-orang itu sebenarnya bengkok, atau sudah dibengkokkan.
Adakah Lagi Harapan Bagi Gereja?

Wahai, betapa celakanya keadaan kita sekarang ini! Kita semua sebenarnya tidak menyukai gereja. Sebagian dari kita, seperti saya sendiri, tidak menyukai gereja karena kondisinya yang sekarang ini. Dan, sebagian yang lainnya, harus dikatakan bahwa mereka juga sebenarnya tidak menyukai gereja. Sebab, sekalipun mereka itu kelihatannya seperti sangat menyukai gereja (karena mereka sangat rajin dan bersemangat dalam mengikuti kegiatan-kegiatan gerejani), tetapi sebenarnya yang mereka sukai itu hanyalah “dagangan” orang-orang tertentu yang “digelar” di dalam gereja, bukan gereja itu sendiri.
       Sampai kapankah hal yang mengenaskan ini akan terus terjadi?
        Terus terang, saya tidak rela membiarkan keadaan ini untuk berlanjut terus seperti yang terjadi sekarang ini. Dan, saya pun sudah tidak bisa bersabar lagi untuk hanya menunggu dan berharap (dengan pasif saja) bahwa – entah bagaimana – “segalanya akan menjadi baik kembali. Karena itulah, saya pun menulis buku ini.
       Dengan buku ini – yang melaluinya saya meluapkan hasrat dan mengungkapkan pemikiran-pemikiran yang terpendam selama ini -- saya ingin memulai suatu gerakan perubahan ke arah perbaikan gereja, dari keadaannya yang sekarang ini menuju kepada keadaannya yang semestinya. Hal itu akan membutuhkan tidak kurang dari suatu reformasi.
       Ya, reformasi. Itulah sesungguhnya yang kita butuhkan sekarang ini. Tetapi, reformasi yang seperti apa? Mengingat sudah ada beberapa gerakan yang juga disebut atau dikenal sebagai gerakan reformasi selama ini. Karena alasan yang akan saya ungkapkan nanti, saya menyebut kegerakan ini sebagai: Reformasi Gereja yang Sebenarnya.
Imbauan untuk me-Reformasi Gereja

Saya sendiri saja, tentunya, tidak akan bisa sampai menghasilkan perubahan secara menyeluruh kepada semua gereja-gereja di seluruh dunia, yang sangat luas ini. Karena itu, saya sangat mengimbau bagi siapa saja (terkhusus, bagi mereka yang telah dianugerahi daya nalar yang baik atau yang mendapatkan pendidikan yang memadai), yang juga telah merasakan kebutuhan yang sama, yaitu untuk mereformasi gereja, untuk turut terlibat di dalam Gerakan Reformasi Gereja yang Sebenarnya ini.
       Sengaja, saya tidak mengatakannya sebagai, misalnya: Reformasi gereja yang kedua. Sebab, kalau saya mengatakannya begitu, hal itu sama saja dengan meng-eliminir teman-teman dari kalangan gereja Katolik Roma dari barisan laskar pejuang, untuk perjuangan yang suci bagi Gereja Yesus Kristus yang sejati di dunia sekarang ini. Sedangkan, saya sama sekali tidak bermaksud begitu. Sebab, yang harus direformasi sekarang ini bukanlah hanya gereja-gereja yang tertentu saja, melainkan semua gereja yang ada sekarang ini (sebab semuanya sudah menjadi “sarang penyamun”). Karena itu, yang harus bangkit bersama-sama untuk mereformasinya pun bukanlah orang-orang yang berasal dari gereja-gereja yang tertentu saja, tetapi sebanyak-banyaknya orang yang berasal dari semua gereja yang ada sekarang ini, termasuk juga, tentunya, yang berasal dari gereja-gereja Katolik Roma.
       Selain itu, tentulah masih ada lagi alasan yang menyebabkan saya menyebutnya sebagai Reformasi Gereja yang Sebenarnya (bukan ‘reformasi gereja yang kedua’). Tetapi, yang ini tidak usahlah saya yang menyebutkannya di sini. Biarlah Anda, sebagai pembaca, yang nanti akan menyimpulkannya sendiri, dari semua uraian dan pembahasan yang tertuang di dalam buku ini.
Terilhami dari Peristiwa ketika Yesus
Menyucikan Bait Allah

Sebagaimana yang bisa terlihat dari sub judul buku ini (dan juga yang diungkapkan oleh judul dari bab yang pertama ini), tema utama dari semua yang saya sampaikan di dalam buku ini adalah tentang pembaruan atau reformasi gereja. Sedangkan apa yang mendorong atau mengilhami saya  – dari sisi teks – sehingga saya akhirnya menulis mengenai tema ini adalah perkataan Tuhan Yesus di dicatat dalam Injil Matius, yang diucapkan-Nya pada waktu Dia menyucikan bait Allah di masa lampau, yaitu: “Ada tertulis: Rumah-Ku akan disebut rumah doa, tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun.” (Mat 21:13 – cetak miring dari saya).
       Tidak kebetulan kalau teks Alkitab yang sama ini pun telah mengilhami juga para reformator gereja di masa yang lampau. Sebab, tidak bisa dipungkiri bahwa kisah Yesus ketika “menyucikan bait Allah” ini adalah sebuah kisah yang sangat unik dalam menggambarkan kepribadian atau karakter Yesus (di dalam bab yang kedua nanti, kita akan melihat penggambaran dari karakter-Nya, yang sangat unik itu).  Tetapi, bagi saya, yang lebih penting lagi di dalam kisah itu tadi ialah ha-hal yang diucapkan oleh Yesus pada ketika itu, khususnya yang sudah saya kutipkan di atas tadi. Ada tiga hal yang disebutkan-Nya di sana, yang ketiga-tiganya itu adalah yang merupakan tema-tema utama dari pembahasan kita yang selanjutnya nanti di buku ini, yaitu: “rumah-Ku” (rumah Tuhan), “rumah doa”, dan “sarang penyamun”.
        Membicarakan mengenai pembaruan atau reformasi gereja dari terang teks Alkitab yang khusus ini, selain memang sangat menginspirasi, saya percaya bahwa hal itu juga adalah merupakan suatu pendekatan yang langsung menembus ke jantung persoalannya. Sama seperti bait Allah di masa yang lalu itu telah dijadikan “sarang penyamun” oleh umat Israel, demikian jugalah gereja(-gereja) pada masa kini telah dijadikan “sarang penyamun” oleh umat Kristen.
       Gereja(-gereja) sekarang ini harus diperbarui atau direformasi sedemikian rupa, sehingga  menjadiapa yang merupakan esensi dan fungsi dari gereja itu yang sebenarnya dan yang Allah dan Yesus Kristus melihatnya sebagai Gereja yang sesungguhnya di dunia ini, yaitu: --  rumah doa. Itulah intisari dari apa yang akan dibahas di dalam bab-bab yang selanjutnya nanti.

Bersiap untuk Melangkah

Sekarang, bersiaplah dengan peralatan Anda dan kita akan melangkah masuk untuk memeriksa “dunia misteri” yang disebut oleh Yesus sebagai “sarang penyamun” ini. Saya harus memperingatkan Anda bahwa yang kita masuki ini adalah wilayah yang, bukan saja terdapat sangat banyak perangkap di dalamnya (mulai dari yang langsung bisa dikenali hingga yang benar-benar tersamar), tetapi juga bahwa hampir seluruh wilayahnya diselimuti oleh “asap kabut”, yang sarat dengan kekuatan “sihir”, yang sangat kuat.
       “Asap kabut” itu bukan saja akan menghalangi pandangan Anda, sehingga Anda akan kesulitan untuk mengenali apa yang ada di sekitar Anda. Tetapi, juga mengandung racun, yang bisa menyebabkan Anda dan setiap orang yang masuk ke dalam wilayah itu menjadi ling-lung  dan sangat susah untuk berpikir secara rasional (atau menggunakan akal sehat Anda).
       Karena itu, sebaiknya Anda tidak sendirian saja masuk ke dalam (atau mengembara di dalam) “wilayah” itu. Setidaknya, Anda harus ditemani dengan seorang rekan pembimbing, yang telah berpengalaman di dalamnya dan sudah lebih memahami mengenai seluk-beluknya. Dan, melalui buku ini, saya mengajukan diri untuk menjadi rekan pembimbing bagi Anda, yang akan menyertai diperjalanan Anda.
       Jika Anda sudah siap untuk masuk ke dalam “petualangan“ ini, marilah kita segera melangkah ke sana.



[1]Kehidupan Kristen bisa dibagi dalam dua bidang: umum dan khusus. Kehidupan umum adalah yang menyangkut relasi dengan diri sendiri dan sesama. Sedangkan yang khusus adalah yang menyangkut relasi kita dengan Tuhan. Untuk yang umum kita tidak ada perbedaannya (keistimewaannya) dengan semua manusia yang lainnya; sedangkan untuk yang khusus kita sama sekali tidak ada persamaannya dengan manusia lainnya, di luar orang Kristen.
[2] Karena itu, tidak heran jika  banyak juga gereja/persekutuan (yang sebenarnya berasal dari latar belakang non-Pentakosta-Kharismatik) yang sekarang ini mengikuti sebuah trend baru, yaitu dengan menambahkan sebuah “menu acara wajib” di dalam hampir setiap acara ibadahnya, yaitu: berdoa untuk kesembuhan bagi orang-orang yang sakit.

3 komentar:

  1. Salam damai
    Bung Tarigan..tulisan yg menarik !!
    Kapan diposting di SS...
    Saya tunggu bung !! karena SS pun sudah jadi -Sarang Penyamun-

    Slamat berkarya, Kristus memberkati

    yun tonce (blogger SS)

    BalasHapus
  2. Dear bung Yun Tonce,

    Maaf ya bung, baru baca komentar Anda di sini.

    Mungkin pas sewaktu bung baca di sini, saya sedang postingkan bab 1-nya di SS. Dan, kemarin saya sudah postingkan bab-2nya. Bab yg ke-3 akan segera disusulkan.

    Thanks ya bung, udah mampir ke sini! Gbu 'n sukses selalu.

    BalasHapus