Minggu, 29 Juli 2012

Berusahalah Agar Dia Tersenyum?


Dalam salah satu lagu hits-nya, Ebiet G. Ade menghimbau begini: "... berusahalah agar Dia tersenyum."

Apakah artinya himbauan itu bagi kita sebagai orang-orang Kristen? Apakah kita memang perlu berusaha agar Tuhan tersenyum kepada kita? Banyak orang Kristen (dan tidak sedikit di antaranya adalah para pelayan/pemimpin kerohanian) yang, sebenarnya dengan maksud yang baik, akan memberikan jawaban yang positif terhadap pertanyaan itu. Tapi tahukah Anda bahwa orang Kristen semestinya tidak mengikuti himbauan itu (berusaha agar Tuhan tersenyum kepada kita)? Mengapa? Sebab gagasan yang terdapat di dalamnya sesungguhnya tidak sesuai dengan ajaran Kristen yang mendasarkan diri pada Injil Yesus Kristus.

Selasa, 05 Januari 2010

Penafsiran Alkitab adalah suatu Keniscayaan

Kata “tafsir”, “tafsiran”, atau “menafsir” memang “terasa” sebagai sebuah kata yang agak “kasar” atau berkesan “duniawi” bagi kebanyakan kita. Rasanya, kata tersebut lebih cocok jika digunakan di bidang-bidang yang “akali-duniawi” dari pada di dalam bidang yang “rohani”, seperti Alkitab. Jadi, rasanya agak kurang pas-lah, kalau kita menggunakan kata tafsir, tafsiran atau menafsir itu untuk Alkitab, yang adalah firman Tuhan.

Selain dari alasan yang lebih bersifat atau bertumpu pada sisi perasaan itu, ada alasan yang lain lagi yang menyebabkan beberapa orang berkeberatan dengan penggunaan kata tafsir (tafsiran atau menafsir) itu terhadap Alkitab, yang kali ini lebih dilihat dari sisi akali (pikiran). Yang saya maksudkan itu ialah orang-orang yang memandang Alkitab itu sebagai sebuah kitab undang-undang dasar (UUD) atau “buku Tuhan” atau “buku kebenaran”, yang berisikan “kebenaran-kebenaran yang sudah siap pakai”. Pandangan yang seperti ini terhadap Alkitab adalah terlalu idealis. Atau, pandangan yang terlalu menekankan hanya pada sisi Alkitab itu semata, sehingga melupakan sisi manusia kita, yang sudah nyata-nyata bahwa, sebagai manusia, tak ada seorang pun di antara kita yang bisa menjadi obyektif sepenuhnya.

Kamis, 03 Desember 2009

Apa Kabar Teologi dan Para Teolog?

“Ketika kita berpaling kepada para teolog (atau kepada karya-karya teologi) untuk mendapatkan pertolongan dalam memahami suatu hal tertentu, yang menyangkut dengan iman kita, seringkali bukanlah kejelasan yang kita dapatkan, melainkan kita justru akan dibuat menjadi lebih kabur lagi mengenai hal tersebut.” Itu adalah sebuah komentar yang, agaknya, mewakili pandangan sebagian besar orang Kristen sekarang ini, sehubungan dengan teologi (dan para teolog).

Saya, memang, belum pernah membuat survey secara khusus, dengan pertanyaan seperti ini: “Apakah karya-karya teologi dan para teolog itu ada manfaatnya bagi Anda?” Tetapi, saya sangat yakin (berdasarkan pantauan saya selama ini, di banyak sekali tempat/even yang saya hadiri dan dari komentar-komentar orang Kristen yang tercetuskan, yang saya dengar/baca diberbagai kesempatan/media), kalau survey yang seperti itu tadi dilakukan di gereja-gereja dan perkumpukan-perkumpulan Kristen sekarang ini, maka orang-orang (khususnya mereka yang “awam” di bidang teologi) yang memberikan jawaban yang negatif terhadap pertanyaan itu, jumlahnya akan diatas 70%.

Dengan mengemukakan hal yang di atas itu tadi, apakah saya mau mengatakan bahwa saya sendiri adalah seorang yang anti atau, sedikitnya, tidak senang terhadap teologi dan para teolog? Sama sekali bukan begitu. Walaupun, saya memang menyetujui bahwa pandangan yang seperti itu tadi (yang negatif) terhadap teologi (dan para teolog) adalah memang cukup beralasan juga. Mengapa? Sebab, bukan rahasia lagi bahwa kebanyakan para teolog (dan karya-karya teologi itu) memang sepertinya “tidak menginjak bumi” atau “melambung terlalu tinggi di angkasa”. Tetapi, tentunya pandangan yang seperti itu (terhadap teologi dan para teolog) tidak juga sepenuhnya benar. Lalu, bagaimanakah yang benarnya? Hal itulah yang akan saya share-kan selanjutnya.

Rabu, 02 Desember 2009

Mujizat apa Mujizat?

Hari-hari ini begitu gampangnya orang-orang ngomong tentang mujizat. Mujizat (atau menyebut dan membicarakan tentangnya) menjadi trend di mana-mana sekarang ini. Sedikit-sedikit mujizat; sedikit-sedikit mujizat (padahal, yang sungguh-sungguh merupakan mujizat itu nyatanya sangatlah sedikit yang betul-betul terjadi!). Sandal jepit yang sudah lama nggak kelihatan, eh, tiba-tiba 'nongol' tepat pada saat yang dibutuhkan... itu katanya mujizat. Sembuh dari penyakit tertentu (padahal mengkonsumsi obat juga atau mendapat dorongan/motivasi dari kata-kata sugesti yang tertentu), juga buru-buru di-klaim sebagai mujizat. Saya cuma mau kasih peringatan begini: Kalau yang kita sebut sebagai mujizat itu sudah "digembar-gemborkan" atau sudah "diobral" dengan sedemikian rupa, apakah hal itu nantinya masih ada maknanya?!

Selasa, 17 November 2009

Penghakiman yang Boleh dan yang Dilarang


Pada umumnya kita sudah mengenal frasa yang telah diambil alih dari Alkitab ini, yaitu: "Jangan menghakimi!" Dan, sudah sering kali frasa tersebut digunakan untuk menegur atau mengingatkan orang-orang yang mengemukakan penilaian atau pernyataan yang mengritik atau mengoreksi perilaku dan/atau perkataan dari orang-orang yang lainnya. Tetapi saya juga mendapati bahwa kita, pada umumnya, tidaklah memiliki pemahaman yang jelas dan tegas mengenai frasa yang merupakan sebuah instruksi atau larangan tersebut. Menurut hemat saya, hal itu disebabkan karena kita belum pernah menjawab atau mendapatkan jawaban yang tuntas atas pertanyaan yang berikut ini: Dalam hal apa sajakah instruksi atau larangan ini berlaku atau tepat untuk diberlakukan?

Senin, 16 November 2009

Bab. 3: Penyamun dan Sarang Penyamun



Penyamun. Apakah atau siapakah itu? Pencuri, penodong, perampok, penjahat, bandit, begal dan masih banyak lagi yang lainnya -- itu semua bisa kita masukkan menjadi satu golongan dengannya. Pokoknya, penyamun adalah orang(-orang) yang selalu menjadi pelaku kejahatan. Mereka mencari nafkah dan memenuhi keinginan-keinginan mereka dengan melakukan kejahatan.

Jumat, 13 November 2009

"Rumah Tuhan menjadi Sarang Penyamun" - Bab. 2:





Rumah Tuhan dan sarang penyamun? Lho, kok?! Apa hubungannya? Tetangga bukan, mirip pun tidak! Lalu, kenapa disandingkan begitu? Memang, jika dilihat dengan sepintas, keduanya sama sekali tidak ada hubungannya. Keduanya jelas-jelas berbeda, bahkan begitu bertentangan. Tetapi, itu kalau hanya dipandang dengan sekilas pintas saja. Akan menjadi berbeda, kalau kita mau memeriksanya dengan lebih seksama.

Sebenarnya, segala sesuatu di dalam hidup ini pun begitu juga, tidak ada yang sungguh-sungguh bertentangan sepenuhnya antara satu dengan yang lainnya. Apa yang disebut perbuatan baik, misalnya, juga memiliki sisi-sisi yang buruknya. Dan, sebaliknya, apa yang dikatakan perbuatan jahat, masih ada juga sisi-sisi yang baiknya.